HAKIKAT JIHAD


Oleh Ustadz Alfi Syahar, MA


Jihad
Rasulullah bersabda : “Urusan terpenting adalah  Islam, tiangnya adalah shalat dan atap (puncaknya) adalah jihad di jalan Allah.” [HR.Ahmad, At Tirmidzi dan Ibnu Majah].


Jihad secara bahasa berarti bersungguh-sungguh. Menurut syari’at, jihad memiliki makna umum dan makna khusus. Jihad menurut maknanya yang umum adalah bersungguh-sungguh dengan memohon pertolongan kepada Allah dalam mendapatkan apa yang mendekatkan diri kepada Allah dan dalam menjauhi segala apa yang dilarang Allah. Sedang Jihad di dalam maknanya yang khusus berarti memerangi orang-orang kafir agar kalimat Allah menjadi tinggi dan mulia.



TINGKATAN JIHAD

Jihad ada empat tingkatan : Jihad terhadap diri sendiri, Jihad terhadap syaitan, Jihad terhadap pelaku kedzaliman, bid’ah dan kemungkaran serta Jihad terhadap orang-orang kafir dan munafiq.


1. Jihad terhadap diri sendiri

Jihad terhadap diri sendiri ada empat tingkatan :
Pertama : Jihad dalam mencari ilmu syar’i untuk mendapatkan petunjuk dan kebenaran. Allah memerintahkan kita agar terlebih dahulu berilmu sebelum berucap dan berbuat.

فاعلم أنه لآإله إلا الله…

Allah berfirman : “Maka ketahuilah bahwasanya tidak ada sesembahan  yang haq melainkan Allah.” (QS. Muhammad : 19).


Kedua : Jihad dalam mengamalkan ilmu setelah berjihad dalam mengenal Allah , Rasul-Nya dan agama Islam dengan dalil maka kita berusaha mengamalkannya. Yakni dengan merealisasikan Tauhid dan beribadah secara ikhlas kepada-Nya, menjalankan segala kewajiban agama, bersegera dalam kebaikan dan menjauhi segala yang diharamkan.


Ketiga : Berjihad menyampaikan ilmu. Yakni hendaknya kita mengajarkan ilmu tersebut dan mendakwahkannya. Sebab Allah telah mengambil janji kepada umat manusia agar mau menjelaskan Ilmu dan tidak boleh menyembunyikannya. Dan tingkatan yang paling mulia dalam jihad menyampaikan  ilmu adalah melakukan amar ma’ruf nahi mungkar.


Keempat : Jihad dalam menanggung resiko dakwah. Ketiga hal diatas semuanya membawa resiko yang tidak ringan, karena itu kita harus bersabar dalam menanggung resiko tersebut. Bahkan sudah menjadi sunnatullah, setiap orang berdakwah akan menemui berbagai cobaan, baik cibiran manusia, kesusahan bahkan siksaan. Karena dakwah adalah tugas para Rasul dan Rasul adalah orang yang paling berat cobaannya.


2. Jihad terhadap Syaitan

Jihad terhadap syaitan ada dua macam :

Pertama : Jihad dalam memerangi syubhat dan keragu-raguan Iman yang dilancarkan syaitan. Misalkan keragu-raguan tentang keimanannya terhadap wujud Allah, sifat kekuasaan atau keadilan-Nya. Untuk menolak berbagai keraguan tersebut seorang muslim hendaknya dengan mantap menyatakan , aku beriman kepada Allah dan aku berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.


Kedua : Jihad untuk memerangi tipu daya syaitan dalam hal keinginan dan syahwat. Hal itu dapat dilakukan dengan bersabar dalam menta’ati  Allah, sabar dalam menjauhi maksiat dan menerima takdir Allah yang pahit. Ketika seorang mendapat dirinya malas dalam menta’ati Allah , selalu menunda-nunda dalam berbuat kebaikan , maka hendaknya ia sabar bahwa itu adalah godaan syaitan, maka ia harus memeranginya. Ia harus ingat bahwa Allah menciptakannya agar beribadah kepada-Nya. Dan hendaknya ia selalu ingat bahwa syurga itu senantiasa dikelilingi dengan hal-hal yang dibenci.

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda yang artinya :  “orang yang cerdik adalah orang yang bisa menundukan hawa nafsunya dan bekerja untuk bekal sesudah mati dan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa Nafsunya dan ia berangan-angan kepada Allah dengan banyak angan-angan.” [HR. At Tirmidzi, berkata hadits hasan].


Godaan syaitan itu meliputi segala sisi. Perbuatan misalkan zina. Ucapan misalkan berdusta. Pendengaran misalkan mendengar pergunjingan . penglihatan misalkan melihat wanita yang tidak halal baginya, dll. Setiap kali seseorang melakukan berbagai hal diatas atau sejenisnya hendaknya ia sadari bahwa hal itu perdayaan dari syaitan. Karena itu kita harus berjihad melawannya.


3. Jihad terhadap pelaku kedzaliman , bid’ah dan kemungkaran.

Berjihad dengan mengubah kedzaliman, bid’ah dan kemungkaran hukumnya fardhu ‘ain (wajib bagi setiap muslim) dalam tiga keadaan :


a.Bila tidak ada yang mengetahui kemungkaran tersebut kecuali dirinya.
b.Jika tidak ada yang mampu mengubahnya kecuali dirinya dan ia mengetahuinya.
c.Jika ia dan orang lain mengetahuinya, tetapi ia mengetahui bahwa orang tersebut tidak mampu mengubahnya, karena itu wajib mengubahnya sesuai kemampuan.
Untuk mengubah kemungkaran tersebut ada tiga tingkatan : Sebagaimana Rasulullah bersabda yang artinya : “Barangsiapa diantara kalian melihat kemungkaran maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, bila tidak mampu maka dengan lisannya, bila tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu adalah tingkatan iman yang paling lemah.” [HR.Muslim].


Bagi yang mampu, dan tidak akan menimbulkan kerusakan, mengubah kemungkaran dengan tangan (kekuasaan) adalah wajib. Dan pada prinsipnya semua bentuk kedzaliman, bid’ah dan kemungkaran harus dicegah karena itu penguasa harus mencegah terjadinya kedzaliman, bid’ah dan kemungkaran yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, sebab merekalah yang mampu melakukannya. Adapun dalam lingkup keluarga yang wajib melakukannya adalah kepala rumah tangga, yakni suami terhadap istrinya atau orang tua terhadap anak-anak dan pembantunya.


Rasulullah bersabda yang artinya : “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya.” [HR.Bukhari dan Muslim].


Mencegah berbagai bentuk kemungkaran dengan kekuasaan adalah hal amat penting. Jika para penguasa dari pemimpin tidak melakukannya, maka mereka bersama-sama menanggung dosanya dan akan lahir bencana umum yang menimpa segenap rakyatnya, yang jahat maupun yang ta’at.

وتقوا فتنة لا تصيبنا الذبن ظلموا منكم خاصة ، واعلموا أن الله شديد العقاب

Allah berfirman  : “Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang dzalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah sesungguhnya Allah amat keras siksa-Nya.” [QS.Al Anfal: 25].


Namun jika mengubah  berbagai kemungkaran itu tidak mampu ia lakukan dengan kekuasaannya, atau khawatir melahirkan kerusakan, maka hendaknya ia mengubah kemungkaran itu dengan memberikan nashihat secara bijaksana. Dan sebelum memerintahkan sesuatu , setiap muslim harus yakin bahwa apa yang diperintahkannya adalah suatu kebaikan dan apa yang dilarangnya adalah suatu kemungkaran.
Tingkatan terakhir adalah mengubah kemungkaran dengan hati, hal itu dilakukan jika ia mencegah kemungkaran dengan lisan atau tulisan berisiko keamanannya terancam, maka ketika itu ia mengingkari kemungkaran tersebut dengan hatinya, berpaling dari padanya serta membenci para pelakunya. Dan setiap muslim yang mencegah kemungkaran dalam berbagai tingkatannya, haruslah dibarengi dengan kebencian hatinya terhadap kemungkaran tersebut, sebab jika ia rela dengan kemungkaran tersebut, ia akan berdosa seperti orang yang melakukannya.


4. Jihad terhadap orang-orang Kafir dan Munafiq

Jihad terhadap orang-orang Kafir dan Munafiq ada empat tingkatan :

Pertama : Jihad dengan hati, yakni berlepas diri (Bara’) dari mereka dan kekufurannya.


Kedua : Jihad dengan Lisan dan Tulisan. Jihad dengan lisan dan tulisan adalah menyampaikan kebenaran bahwa tidak ada sesembahan yang hak melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah.

Ketiga :
Jihad dengan harta, yakni dengan memberikan bekal dalam mempersiapkan pasukan fi sabilillah dengan senjata, kendaraan makanan atau menjamin nafkah keluarga pasukan fi sabilillah yang membutuhkan .
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda yang artinya : “Barangsiapa yang memberi bekal orang yang berperang maka dia telah berperang, dan barangsiapa yang memberikan harta bagi keluarga orang yang berperang , maka ia telah berperang.” [Muttafaqun’alaihi].


Keempat : Jihad dengan jiwa untuk membela agama Allah. Dan ini adalah tingkatan jihad kepada orang kafir yang paling tinggi. Sebab dengan demikian ia telah merelakan sesuatu yang paling berharga bagi dirinya, yakni jiwanya untuk kepentingan agama Allah.
Dan secara umum jihad secara fisik dengan orang-orang kafir itu dilakukan bila mereka memusuhi umat islam atau melarang umat Islam menjalankan agamanya. Seperti melarang shalat, zakat, puasa, haji, dll. Pada saat itulah umat islam harus berjihad melawan orang kafir.


JIHAD PALING UTAMA

Rasulullah bersabda : “Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kalimah ‘adl (kebenaran) dihadapan penguasa yang dzalim.” [HR. Abu Daud, hasan].

Sangat jelas, mengapa mengingatkan penguasa dzalim agar berhenti dari kedzaliman , sebagai jihad yang paling utama. Sebab itu menyangkut mashlahat rakyatnya dan berisiko sangat berat. Tetapi koridornya, pesan itu harus disampaikan langsung dihadapan penguasa, sehingga tidak menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat.


Wallahu’alam

0 komentar: