SEJARAH KA'BAH
Ka'bah yang juga dinamakan Bayt al `Atiq (Arab:بيت ال عتيق, Rumah Tua) adalah bangunan yang dipugar pada masa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail
setelah Nabi Ismail berada di Mekkah atas perintah Allah SWT. Dalam
Al-Qur'an, surah 14:37 tersirat bahwa situs suci Ka'bah telah ada
sewaktu Nabi Ibrahim menempatkan Hajar dan bayi Ismail di lokasi
tersebut.
Pada masa Nabi Muhammad SAW
berusia 30 tahun (sekitar 600 M dan belum diangkat menjadi Rasul pada
saat itu), bangunan ini direnovasi kembali akibat banjir bandang yang
melanda kota Mekkah pada saat itu. Sempat terjadi perselisihan antar kepala suku atau kabilah ketika hendak meletakkan kembali batu Hajar Aswad
namun berkat penyelesaian Muhammad SAW perselisihan itu berhasil
diselesaikan tanpa pertumpahan darah dan tanpa ada pihak yang dirugikan.
Pada saat menjelang Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi sampai kepindahannya ke kota Madinah.
Lingkungan Ka'bah penuh dengan patung yang merupakan perwujudan Tuhan
bangsa Arab ketika masa kegelapan pemikiran (jahilliyah) padahal
sebagaimana ajaran Nabi Ibrahim yang merupakan nenek moyang bangsa Arab dan bangsa Yahudi serta ajaran Nabi Musa terhadap kaum Yahudi,
Tuhan tidak boleh disembah dengan diserupakan dengan benda atau
makhluk apapun dan tidak memiliki perantara untuk menyembahnya serta
tunggal tidak ada yang menyerupainya dan tidak beranak dan tidak
diperanakkan (Surat Al Ikhlas dalam Al-Qur'an) . Ka'bah akhirnya dibersihkan dari patung patung ketika Nabi Muhammad membebaskan kota Mekkah tanpa pertumpahan darah.
Selanjutnya bangunan ini diurus dan dipelihara oleh Bani Sya'ibah sebagai pemegang kunci ka'bah dan administrasi serta pelayanan haji diatur oleh pemerintahan baik pemerintahan khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abu Sufyan, Dinasti Ummayyah, Dinasti Abbasiyyah, Dinasti Usmaniyah Turki, sampai saat ini yakni pemerintah kerajaan Arab Saudi yang bertindak sebagai pelayan dua kota suci, Mekkah dan Madinah.
Bangunan Ka'bah
Pada
awalnya bangunan Ka'bah terdiri atas dua pintu serta letak pintu
Ka'bah terletak di atas tanah, tidak seperti sekarang yang pintunya
terletak agak tinggi. Pada saat Muhammad SAW berusia 30 tahun dan belum
diangkat menjadi rasul, dilakukan renovasi pada Ka'bah akibat bencana
banjir. Pada saat itu terjadi kekurangan biaya,[rujukan?] maka bangunan Ka'bah dibuat hanya satu pintu. Adapula
bagiannya yang tidak dimasukkan ke dalam bangunan Ka'bah, yang dinamakan Hijir Ismail,
yang diberi tanda setengah lingkaran pada salah satu sisi Ka'bah. Saat
itu pintunya dibuat tinggi letaknya agar hanya pemuka suku Quraisy yang bisa memasukinya, karena suku Quraisy merupakan suku atau kabilah yang dimuliakan oleh bangsa Arab saat itu.
Nabi Muhammad SAW pernah mengurungkan niatnya untuk merenovasi kembali
Ka'bah karena kaumnya baru saja masuk Islam, sebagaiman tertulis dalam
sebuah hadits perkataannya: "Andaikata kaumku bukan baru saja
meninggalkan kekafiran, akan aku turunkan pintu Ka'bah dan dibuat dua
pintunya serta dimasukkan Hijir Ismail ke dalam Ka'bah", sebagaimana
pondasi yang dibangun oleh Nabi Ibrahim.
Ketika masa Abdullah bin Zubair memerintah daerah Hijaz,
bangunan itu dibangun kembali menurut perkataan Nabi Muhammad SAW,
yaitu diatas pondasi Nabi Ibrahim. Namun ketika terjadi peperangan
dengan Abdul Malik bin Marwan penguasa daerah Syam (Suriah, Yordania dan Lebanon sekarang) dan Palestina, terjadi kebakaran pada Ka'bah akibat tembakan peluru pelontar (onager)
yang dimiliki pasukan Syam. Abdul Malik bin Marwan yang kemudian
menjadi khalifah, melakukan renovasi kembali Ka'bah berdasarkan bangunan
di masa Nabi Muhammad SAW dan bukan berdasarkan pondasi Nabi Ibrahim.
Ka'bah dalam sejarah selanjutnya beberapa kali mengalami kerusakan
sebagai akibat dari peperangan dan karena umur bangunan.
Ketika masa pemerintahan khalifah Harun Al Rasyid
pada masa kekhalifahan Abbasiyyah, khalifah berencana untuk merenovasi
kembali ka'bah sesuai pondasi Nabi Ibrahim dan yang diinginkan Nabi
Muhammad SAW. namun segera dicegah oleh salah seorang ulama terkemuka
yakni Imam Malik
karena dikhawatirkan nanti bangunan suci itu dijadikan ajang bongkar
pasang para penguasa sesudah beliau. Sehingga bangunan Ka'bah tetap
sesuai masa renovasi khalifah Abdul Malik bin Marwan sampai sekarang.
Penentuan arah kiblat
Untuk
menentukan arah kiblat dengan cukup presisi dapat dilakukan dengan
merujuk pada kordinat Bujur / Lintang dari lokasi Ka'bah di Mekkah
terhadap masing-masing titik lokasi orientasi dengan menggunakan
perangkat GPS.
Untuk kebutuhan tersebut dapat digunakan hasil pengukuran kordinat
Ka'bah berikut sebagai referensi penentuan arah kiblat. Lokasi Ka'bah,
- 21°25‘21.2“ Lintang Utara
- 039°49‘34.1“ Bujur Timur
- Elevasi 304 meter (ASL)
Adapun cara sederhana dapat pula dilakukan untuk melakukan penyesuaian arah kiblat. Pada saat-saat tertentu dua kali satu tahun, Matahari tepat berada di atas Mekkah (Ka'bah). Sehingga jika pengamat pada saat tersebut melihat ke Matahari, dan menarik garis lurus dari Matahari memotong ufuk/horizon tegak lurus, pengamat akan mendapatkan posisi tepat arah kiblat tanpa harus melakukan perhitungan sama sekali, asal pengamat tahu kapan tepatnya Matahari berada di atas Mekkah. Tiap tahun, Matahari berada pada posisi tepat di atas Mekkah pada tanggal 28 Mei pukul 16:18 WIB dan tanggal 16 Juli pukul 16:27 WIB.
Bumi berputar pada sumbu rotasinya dengan periode 24 jam. Bagi pengamat yang berada di Bumi, efek yang diamati dari gerak rotasi adalah benda-benda langit terlihat seolah-olah berputar mengelilingi Bumi dengan arah gerak berlawanan dengan arah rotasi Bumi. Bintang-bintang terlihat bergerak dari timur ke barat. Ini mirip dengan gerak pohon-pohon yang diamati saat mengendarai mobil, seolah-olah pohon-pohon itu bergerak berlawanan arah dengan gerak mobil. Efek rotasi ini menyebabkan pengamat mengamati benda-benda langit (termasuk Matahari) terbit di timur dan terbenam di barat.
Sementara itu, Bumi mengedari Matahari dengan periode 1 tahun. Akibatnya, relatif terhadap bintang-bintang pada bola langit, Matahari sendiri terlihat berubah posisinya dari hari ke hari, dan setelah satu tahun, kembali ke posisi semula. Matahari bergerak kurang lebih ke arah timur. Namun karena bidang edar Bumi (ekliptika) tidak sebidang dengan bidang rotasi Bumi (Ekuator langit), maka gerak Matahari tadi pun tidak tepat ke arah timur, tetapi membentuk sudut 23,5º, sesuai dengan besar sudut antara ekliptika dan ekuator langit.
Dari Bumi, pengamat melihat seolah-olah Matahari mengitari Bumi. Pengamat melihat Matahari mengitari Bumi pada bidang ekliptika. Karena Bidang ekliptika membentuk sudut terhadap bidang ekuator Bumi, dalam interval satu tahun itu, Matahari pada satu saat berada di utara ekuator, dan disaat yang lain berada di selatan ekuator. Matahari bisa sampai sejauh 23,5º dari ekuator ke arah utara pada sekitar tanggal 22 Juni. Enam bulan kemudian, sekitar tanggal 22 Desember, Matahari berada 23,5º dari ekuator ke arah selatan. Antara 22 Juni dan 22 Desember, Matahari bergerak ke arah selatan ekuator, bergerak relatif terhadap bintang-bintang. Sedangkan antara tanggal 22 Desember dan 22 Juni, Matahari bergerak ke arah utara ekuator.
Karena gerak tahunannya tersebut dikombinasikan dengan gerak terbit terbenam Matahari akibat rotasi Bumi, maka Matahari menyapu daerah-daerah yang memiliki lintang antara 23,5º LU dan 23,5º LS. Pada daerah-daerah di permukaan Bumi yang memiliki lintang dalam rentang tersebut, Matahari dua kali setahun akan berada kurang lebih tepat di atas kepala. Karena Mekkah memiliki lintang 21º 26' LU, yang berarti berada dalam daerah yang disebutkan di atas, maka dua kali dalam setahun, Matahari akan tepat berada di atas kota Mekkah. Kapan hal ini terjadi, bisa dilihat dalam almanak, misalnya Astronomical Almanac.
Penentuan arah kiblat dengan cara melihat langsung posisi Matahari seperti yang disebutkan di atas (pada tanggal-tanggal tertentu yang disebutkan di atas), tidaklah bisa dilakukan di semua tempat. Sebabnya karena bentuk Bumi yang bundar.
Tempat-tempat yang bisa menggunakan cara di atas untuk penentuan arah kiblat adalah tempat-tempat yang terpisah dengan Mekkah kurang dari 90º. Pada tempat-tempat yang terpisah dari Mekkah lebih dari 90º, saat Matahari tepat berada di Mekkah, Matahari (dilihat dari tempat tersebut) telah berada di bawah horizon. Misalnya untuk posisi pengamat di Bandung, saat Matahari tepat di atas Mekkah (tengah hari), dilihat dari Bandung, posisi Matahari sudah cukup rendah, kira-kira 18º di atas horizon. Sedangkan bagi daerah-daerah di Indonesia Timur, saat itu Matahari telah terbenam, sehingga praktis momen itu tidak bisa digunakan di sana. Bagi tempat-tempat yang saat Matahari tepat berada di atas Ka'bah, Matahari telah berada di bawah ufuk/horizon, bisa menunggu 6 bulan kemudian. Pada tiap tanggal 28 November 21:09 UT (29 November 04:09 WIB) dan 16 Januari 21:29 UT (17 Januari 04:29 WIB), Matahari tepat berada di bawah Ka'bah. Artinya, pada saat tersebut, jika pengamat tepat menghadap ke arah Matahari, pengamat tepat membelakangi arah kiblat. Jika pengamat memancangkan tongkat tegak lurus, maka arah jatuh bayangan tepat ke arah kiblat.
0 komentar: