Peristiwa Pertempuran Candi 19 Oktober 1947


Foto Monumen Kanon Candi, terletak di desa Candi, Karanganyar.

    Pemerintah RI dan Belanda sebelumnya pada 17 Agustus 1947 sepakat untuk melakukan gencatan senjata hingga ditandatanganinya Persetujuan Renville, tapi pertempuran terus terjadi antara tentara Belanda dengan berbagai laskar-laskar yang tidak termasuk TNI, dan sesekali unit pasukan TNI juga terlibat baku tembak dengan tentara Belanda, seperti yang terjadi antara karawang dan Bekasi dan tempat lain.

     Di daerah Kebumen, pasukan Belanda dipusatkan di tangsi militer disekitar Benteng Van Der Wijk Gombong. Dengan demikian bahwa pasukan pejuang RI yang berada di wilayah seputar Gombong berhadapan head to head dengan Belanda.

     Tersebutlah kisah seorang pemuda gagah berani dari desa Wonorejo bernama Soeratman anak Hardjosoewiryo seorang guru dari desa Wonorejo. Dengan usia yang muda belia dan berstatus pelajar, hati anak muda Soeratman tidak rela kalau kemerdekaan Indonesia yang diperoleh tanggal 17 Agustus 1945 direbut kembali oleh Belanda, darahnya mendidih ketika Belanda masuk lagi ke tanah kelahirannya.

    Kemudian Soeratman memberanikan diri ijin kepada ayahnya. "Ayah, saya minta pamit mau ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari tangan Belanda". Ayahnya terkejut mendengar permintaan anaknya.

"Ngger, jangan tergesa-gesa begitu, kamu anak laki-laki tertua yang kugadang-gadang akan menjadi orang yang berhasil kelak. Janganlah ikut berperang, serahkan perjuangan itu kepada tentara".

"Tidak Ayah" sahut Soeratman "Pada saat ini tentara kekurangan pasukan sehingga banyak membutuhkan para pelajar yang bersedia berjuang".

"Ngger, ingatlah adik-adikmu masih banyak, dan mereka semua membutuhkan bimbinganmu. Jika terjadi apa-apa terhadapmu, kepada siapa mereka akan bergantung di kemudian hari" kata Ayahnya.

"Ayah, aku lebih baik berjuang, aku telah rela mati berkorban demi memperjuangkan kemerdekaan yang telah kita peroleh. Ayah, dengan atau tanpa ijin Ayah aku ingin tetap berjuang" kata Soeratman.

"Jangan pergi Ngger" Ayahnya menangis dan memeluk erat-erat Soeratman dan memeganginya supaya tidak pergi.

"Tidak Ayah, aku akan pergi berjuang. Bukankah leluhur kita adalah salah satu prajurit Pangeran Diponegoro yang ikut bela negara ini, yang telah menyingkir ke daerah ini" kata Soeratman.

Soeratman pun segera meronta, sementara Ayahnya memeganginya semakin erat. Karena tekad Soeratman telah bulat maka berhasil melepas dari pegangan Ayahnya, namun bajunya pun terkoyak sobek.

"Selamat tinggal Ayah, doakan aku bisa pulang" kata Soeratman. Ayahnya hanya menangis, melihat Soeratman meinggalkan rumahnya. Ayahnya mendekap sobekan baju anaknya erat-erat.

Akhirnya Soeratman telah bergabung dengan Divisi Tentara Pelajar, dan telah mengangkat senjata berperang melawan Belanda yang mencoba merongrong kemerdekaan RI.

Untuk menghindari markas mereka diketemukan Belanda, mereka (tentara pelajar) selalu bergerak berpindah-pindah tempat.

Namun demikian, karena lokasi perjuangan mereka terlalu dekat dengan markas Belanda, lambat laun pergerakan mereka dapat diamati oleh pihak Belanda melalui mata-mata orang pribumi yang diberi roti dan keju.

Demikianlah pada suatu hari Belanda mendengar bahwa Divisi Tentara Pelajar Seksi 332, 333, 335, 336 sedang bermarkas di desa Candi, Karanganyar.

Segeralah dikumpulkan pasukan Belanda terutama menggunakan alat-alat berat dan mengepung desa Candi.

Pada hari itu, hari Minggu Wage tanggal 19 Oktober 1947 desa Candi diserang oleh Belanda, dengan dihujani bom mortir dan kanon. Sedikitnya terjadi sebanyak 600 ledakan.

Pasukan Tentara Pelajar yang diserang tiba-tiba oleh Belanda menjadi kocar kacir, mereka membalas serangan tetapi menjadi tidak terkoordinasi lagi. Pertempuranpun segera meletus dengan serunya. Namun karena perbedaan persenjataan, para pejuang menjadi terdesak.

Soeratman pun segera mengambil senapan untuk membalas serangan Belanda. Dia segera ke Masjid di dekatnya untuk berlindung dan menyerang. Namun Belanda memang telah menyerang membabi buta. Apa saja yang menjadi persembunyian pasukan pejuang maka diratakan dengan tanah.

Masjid tempat kedudukan Soeratman pun segera dibombardir dengan kanon hingga hancur. Sebuah pecahan bom cukup besar, telah mengenai kaki Soeratman. Darahnya pun membasahi kakinya dan menyiram Masjid. "Allahu Akbar" teriaknya.

Merasa terluka, dia segera bergeser keluar dengan menyeret kakinya dan mencoba mencari rumah penduduk, namun sebagian besar rumah telah kososng karena yang sebagian besar penduduk sudah lari kalang kabut.

Dalam desingan bom, Soeratman terus bergerak mencoba mencari pertolongan ke rumah penduduk, darahnya pun sudah banyak mengalir. Semakin banyak bergerak maka darahnyapun semakin deras mengucur, sehingga wajahnya mulai pucat dan tenaganya berkurang. Akhirnya ketemulah di rumah yang masih ada penghuninya.

Kepada penghuni rumah berkata "Namaku Soeratman, aku berasal dari Wonorejo, ayahku bernama Hardjosoewiryo" Demikianlah sesaat kemudian Soeratman semakin melemah karena kehabisan darah dan memejamkan mata.

Dan akhirnya pada hari itu juga tanggal 19 Oktober 1947, telah gugur pejuang muda, pahlawan muda, yang bernama Soeratman yang masih berusia muda belia. Darahnya telah membasahi bumi pertiwi yang dibelanya. Jasad Soeratman pun dimakamkan di Candi keesokan harinya.

Serangan Belanda pada hari tersebut yang membabi buta tersebut setidaknya telah menewaskan 786 orang korban yang terdiri dari tentara pelajar dan masyarakat sipil.

Selanjutnya pada tahun 1980-an, atas kebaikan hati bapak Camat Karanganyar waktu itu, jasad Soeratman dipindahkan makamnya ke makam Wonorejo, disamping makam ayahnya yang sangat menyayanginya.


Kutipan di Monumen Candi :

"JASADMU TIDAK SIA-SIA SEBAGAI TUMBAL KEMERDEKAAN"
"RAKYAT BIASA MENJADI KORBAN KEKEJAMAN TENTARA BELANDA"
"PERISTIWA KANONADE BELANDA 19 OKTOBER 1947" 



0 komentar: