ASAL USUL MAJLIS TAFSIR AL-QURAN
A. Pendirian dan Tujuan
Yayasan Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA) adalah sebuah lembaga pendidikan dan dakwah Islamiyah yang berkedudukan di Surakarta. MTA didirikan oleh Almarhum Ustadz Abdullah Thufail Saputra di Surakarta pada tangal 19 September 1972 dengan tujuan untuk mengajak umat Islam kembali ke Al-Qur’an. Sesuai dengan nama dan tujuannya, pengkajian Al-Qur’an dengan tekanan pada pemahaman, penghayatan, dan pengamalan Al-Qur’an menjadi kegiatan utama MTA.
B. Latar Belakang
C. Bentuk Badan Hukum
MTA tidak dikehendaki menjadi lembaga
yang illegal, tidak dikehendaki menjadi ormas/orpol tersendiri di
tengah-tengah ormas-ormas dan orpol-orpol Islam lain yang telah ada, dan
tidak dikehendaki pula menjadi onderbouw ormas-ormas atau orpol-orpol
lain. Untuk memenuhi keinginan ini, bentuk badan hukum yang dipilih
adalah yayasan. Pada tanggal 23 Januari tahun 1974, MTA resmi menjadi
yayasan dengan akta notaris R. Soegondo Notodiroerjo.
D. Struktur Lembaga
Kini MTA telah berkembang ke kota-kota
dan propinsi-propinsi lain di Indonesia. Pada awalnya, setelah
mendirikan MTA di Surakarta, Ustadz Abdullah Thufail Saputra membuka
cabang di beberapa kecamatan di sekitar Surakarta, yaitu di kecamatan
Nogosari (di Ketitang), Kabupaten Boyolali, di Kecamatan Polan Harjo,
Kabupaten Klaten, di Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten, dan di
Kecamatan Gemolong, Kabupaten Sragen. Selanjutnya, perkembangan pada
umumnya terjadi karena siswa-siswa MTA yang mengaji baik di MTA Pusat
mau pun di cabang-cabang tersebut di daerahnya masing-masing, atau di
tempatnya merantau di kota-kota besar, membentuk kelompok-kelompok
pengajian. Setelah menjadi besar, kelompok-kelompok pengajian itu
mengajukan permohonan ke MTA Pusat agar dikirim guru pengajar (yang
tidak lain dari siswa-siswa senior) sehingga kelompok-kelompok pengajian
itu pun menjadi cabang-cabang MTA yang baru. Dengan cara itu, dari
tahun ke tahun tumbuh cabang-cabang baru sehingga ketika di sebuah
kabupaten sudah tumbuh lebih dari satu cabang dan diperlukan koordinasi
dibentuklah perwakilan yang mengkoordinir cabang-cabang tersebut dan
bertanggungjawab membina kelompok-kelompok baru sehingga menjadi cabang.
Kini, apabila kelompok pengajian ini merupakan kelompok pengajian yang
pertama-tama tumbuh di sebuah kabupaten kelompok pengajian ini langsung
diresmikan sebagai perwakilan. Demikianlah, cabang-cabang dan
perwakilan-perwakilan baru tumbuh di berbagai daerah di Indonesia
sehingga MTA memperoleh strukturnya seperti sekarang ini, yaitu MTA
pusat, berkedudukan di Surakarta; MTA perwakilan, di daerah tingkat dua;
dan MTA cabang di tingkat kecamatan (kecuali di DIY, perwakilan berada
di tingkat propinsi dan cabang berada di tingkat kabupaten).
E. Kegiatan
1. Pengajian
a. Pengajian khusus
Sesuai dengan tujuan pendirian MTA,
yaitu untuk mengajak umat Islam kembali ke Al-Qur’an, kegiatan utama di
MTA berupa pengkajian Al-Qur’an. Pengkajian Al-Qur’an ini dilakukan
dalam berbagai pengajian yang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
pengjian khusus dan pengajian umum. Pengajian khusus adalah pengajian
yang siswa-siswanya (juga disebut dengan istilah peserta) terdaftar dan
setiap masuk diabsen. Pengajian khusus ini diselenggarakan seminggu
sekali, baik di pusat maupun di perwakilan-perwakilan dan cabang-cabang,
dengan guru pengajar yang dikirim dari pusat atau yang disetujui oleh
pusat. Di perwakilan-perwakilan atau cabang-cabang yang tidak
memungkinkan dijangkau satu minggu sekali, kecuali dengan waktu yang
lama dan tenaga serta beaya yang besar, pengajian yang diisi oleh
pengajar dari pusat diselenggarakan lebih dari satu minggu sekali,
bahkan ada yang diselenggarakan satu semester sekali.
Perwakilan-perwakilan dan cabang-cabang yang jauh dari Surakarta ini
menyelenggarakan pengajian seminggu-sekali sendiri-sendiri. Konsultasi
ke pusat dilakukan setiap saat melalui telpun.
Materi yang diberikan dalam pengajian
khusus ini adalah tafsir Al-Qur’an dengan acuan tafsir Al-Qur’an yang
dikeluarkan oleh Departemen Agama dan kitab-kitab tafsir lain baik karya
ulama-ulama Indonesia maupun karya ulama-ulama dari dunia Islam yang
laim, baik karya ulama-ulama salafi maupun ulama-ulama kholafi. Kitab
tafsir yang sekarang sedang dikaji antara lain adalah kitab tafsir oleh
Ibn Katsir yang sudah ada terjemahannya dan kitab tafsir oleh Ibn Abas.
Kajjian terhadap kitab tafsir oleh Ibn Abas dilakukan khusus oleh
siswa-siswa MTA yang kemampuan bahasa Arabnya telah memadai.
Proses belajar mengajar dalam pengajian
khusus ini dilakukan dengan teknik ceramah dan tanya jawab. Guru
pengajar menyajikan meteri yang dibawakannya kemudian diikuti dengan
pertanyaan-pertanyaan dari siswa. Dengan tanya jawab ini pokok bahasan
dapat berkembang ke berbagai hal yang dipandang perlu. Dari sinilah,
kajian tafsir Al-Qur’an dapat berkembang ke kajian aqidah, kajian
syareat, kajian akhlak, kajian tarikh, dan kajian masalah-masalah aktual
sehari-hari. Dengan demikian, meskipun materi pokok dalam pengajian
khusus ini adalah tafsir Al-Qur’an, tidak berarti cabang-cabang ilmu
agama yang lain tidak disinggung. Bahkan, sering kali kajian tafsir
hanya disajikan sekali dalam satu bulan dan apabila dipandang perlu
kajian tafsir untuk sementara dapat diganti dengan kajian-kajian
masalah-masalah lain yang mendesak untuk segera diketahui oleh siswa.
Disamping itu, pengkajian tafsir Al-Qur’an yang dilakukan di MTA secara
otomatis mencakup pengkajian Hadits karena ketika pembahasan
berkembangan ke masalah-masalah lain mau tidak mau harus merujuk Hadits.
Dari itu semua dapat dilihat bahwa yang
dilakukan di MTA bukanlah menafsirkan Al-Qur’an, melainkan mengkaji
kitab-kitab tafsir yang ada dalam rangka pemahaman Al-Qur’an agar dapat
dihayati dan selanjutnya diamalkan.
b. Pengajian Umum
Gbr. Gedung Pengajian Ahad Pagi
2. Pendidikan
Pengamalan Al-Qur’an membawa ke
pembentukan kehidupan bersama berdasar Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
Kehidupan bersama ini menuntut adanya berbagai kegiatan yang terlembaga
untuk memenuhi kebutuhan anggota. Salah satu kegiatan terlembaga yang
dibutuhkan oleh anggota adalah pendidikan yang diselenggarakan
berdasarkan nilai-nilai keislaman. Oleh karena itulah, di samping
pengajian, MTA juga menyelenggarakan pendidikan, baik formal maupun
non-formal.
a. Pendidikan formal
a. Pendidikan formal
Pendidikan formal yang telah
diselenggarakan terdiri atas TK, SLTP. dan SMU. SLTP dan SMU baru dapat
diselenggarakan oleh MTA Pusat. SLTP diselenggarakan di Gemolong,
Kabupaten Sragen, dan SMU diselenggerakan di Surakarta. Tujuan dari
penyelenggaraan SLTP dan SMU MTA ini adalah untuk menyiapkan generasi
penerus yang cerdas dan berakhlak mulia. Oleh karena itu, di samping
memperoleh pengetahuan umum berdasar kurikulum nasional yang dikeluarkan
oleh Depdiknas, siswa-siswa SLTP dan SMU MTA juga memperoleh pelajaraan
diniyah.
Di samping diberi pelajaran diniyah,
untuk mencapai tujuan tersebut siswa SLTP dan SMU MTA juga perlu diberi
bimbingan dalam beribadah dan bermu’amalah. Untuk itu, para siswa SLTP
dan SMU MTA yang memerlukan asrama diwajibkan tinggal di asrama yang
disediakan oleh sekolah. Dengan tinggal di asarama yang dikelola oleh
sekolah dan yayasan, siswa SLTP dan SMU MTA dapat dibimbing dan diawasi
agar dapat mengamalkan pejaran diniyah dengan baik.
Alhamdulillah, sampai pada saat ini,
baik SLTP maupun SMU MTA berhasil meraih prestasi akademis yang cukup
menggembirakan. Oleh karena prestasinya itu, SMU MTA masuk ke dalam
daftar lima puluh SMU Islam unggulan se Indonesia. Di samping itu,
siswa-siswa yang melakukan kenakalan yang umum dilakukan oleh
remaja-remaja dapat dideteksi dan selanjutnya dibimbing semaksimal
mungkin untuk menghentikan kenakalan-kenakalannya.
b. Pendidikan non-formal
Pendidikan non-formal juga baru dapat
diselenggarakan oleh MTA Pusat¸ kecuali kursus bahasa Arab yang telah
dapat diselenggarakan oleh sebagian perwakilan dan cabang. Selain kursus
bahasa Arab, pendidikan non-formal yang diselenggarakan oleh MTA Pusat
antara lain adalah kursus otomotif dengan bekerjasama dengan BLK Kota
Surakarta, kursus menjahit bagi siswi-siswi putri, dan bimbingan belajar
bagi siswa-siswa SLTP dan SMU. Disamping itu, berbagai kursus
insidental sering diselenggarakan oleh MTA Pusat, misalnya kursus
kepenulisan dan kewartawanan.
3. Kegiatan Sosial
Kehidupan bersama yang dijalin di MTA
tidak hanya bermanfaat untuk warga MTA sendiri, melainkan juga untuk
masyarakat pada umumnya. Dengan kebersamaan yang kokoh, berbagai amal
sosial dapat dilakukan. Amal sosial tersebut antara lain adalah donor
darah, kerja bakti bersama dengan Pemda dan TNI, pemberian santunan
berupa sembako, pakaian, dan obat-obatan kepada umat Islam pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya yang sedang tertimpa mushibah, dan
lain sebagainya.
Donor darah, begitu juga kerja bakti
bersama Pemda dan TNI, sudah mentradisi di MTA, baik di pusat mau pun di
perwakilan dan cabang. Secara rutin tiga bulan sekali MTA, baik pusat
maupun perwakilan, menyelenggarakan donor darah. Kini MTA memiliki tidak
kurang dari lima ribu pedonor tetap yang setiap saat dapat diambil
darahnya bagi yang mendapat kesulitan untuk memperoleh darah dari
keluarganya atau dari yang lainnya.
4. Ekonomi
Kehidupan bersama di MTA juga menuntut
adanya kerja sama dalam pengembangan ekonomi. Untuk itu, di MTA
diselenggarakan usaha bersama berupa simpan-pinjam. Dengan simpan-pinjam
ini, siswa atau warga MTA dapat memperoleh modal untuk mengembangkan
kehidupan ekonominya. Di samping itu, siswa atau warga MTA biasa
tukar-menukar pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang ekonomi. Seorang
warga MTA yang belum mendapat pekerjaan atau kehilangan pekerjaan dapat
belajar pengetahuan atau ketrampilan tertentu kepada siswa warga MTA
yang lain sampai akhirnya dapat bekerja sendiri.
5. Kesehatan
Dalam bidang kesehatan, dilakukan
rintisan untuk dapat mendirikan sebuah rumah sakit yang diselenggarakan
secara Islami. Kini baru MTA Pusat yang telah dapat menyelenggarakan
pelyanan kesehatan berupa Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin. Di
samping itu, untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada siswa atau
warga MTA di bentuk kader-kader kesehatan dari perwakilan dan
cabang-cabang yang secara periodik mengadakan pertemuan.
6. Penerbitan, Komunikasi, dan Informasi
Penerbitan, komunikasi, dan informasi
merupakan sendi-sendi kehidupan modern, bahkan juga merupakan
sendi-sendi globalisasi. Untuk itu, MTA tidak mengabaikan bidang ini,
meskipun yang dapat dikerjakan baru ala kadarnya. Dalam bidang
penerbitan, sesungguhnya MTA telah memiliki majalah bulanan yang sudah
terbit sejak tahun 1974 dan telah memiliki STT sejak tahun 1977. Namun,
hingga kini belum tampak adanya perkembangan yang menggermbirkan dari
majalah yang diberi nama Respon ini. Di samping Respon, MTA juga telah
menerbitkan berbagai buku keagamaan. Dalam bidang informasi, MTA telah
mempunyai web. site dengan alamat: http://www.mta-online.com dengan
alamat E-mail : humas_mta@yahoo.com
F. Sumber Dana
Banyak yang bertanya-tanya dengan heran,
dari mana MTA memperoleh dana untuk menyelenggarakan
kegiatan-kegiatannya? Isu yang pernah berkembang di masyarakat adalah
bahwa MTA memperoleh dana dari luar negeri, isu lain mengatakan bahwa
MTA memperoleh dana dari orpol tertentu. Sesungguhnya, apabila umat
Islam betul-betul memahami dan menghayati agamanya, keheranan semacam
itu tidak perlu muncul. Bahwa jihad merupakan salah satu sendi keimanan
tidak ada yang meragukan, bahkan sampai ada yang mengatakan bahwa jihad
merupakan rukun Islam yang ke enam. Akan tetapi bahwa sesungguhnya jihad
terdiri atas dua unsur, yakni jihad bi amwal dan jihad bi anfus, kurang
dihayati; biasanya hanya jihad bi anfus saja yang banyak dikerjakan.
Apabila jihad bi anwal dihayatai dengan baik dan diamalkan, umat Islam
tidak akan kekurangan dana untuk membeayai kegiatan-kegiatannya. MTA
membeayai seluruh kegiatannya sendiri karena warga MTA yang ingin
berpartisipasi dalam setiap kegiatan harus berani berjihad bukan hanya
bi anfus, akan tetapi juga bi anwal, karena memang demikianlah yang
diconthkan oleh Nabi dan para sahabatnya.
G. Rintangan dan Dorongan
Dalam perjalanannya semenjak berdiri
hingga kini, MTA banyak mengalami rintangan. Rintangan paling banyak
diperoleh justru dari umat Islam sendiri. Ketika siswa/warga MTA
mengamalkan pengetahuannya tentang amal-amal yang telah banyak
ditinggalkan oleh umat Islam atau meninggalkan amal-amal yang telah
biasa dikerjakan oleh umat Islam tetapi sesungguhnya laisa minal Islam,
siswa/warga MTA sering dituduh membawa agama baru. Ketika siswa/warga
MTA melaksanakan sholat jamak-qosor saja karena sedang dalam keadaan
safar sudah mendapat tuduhan membawa agama baru, padahal kebolehan
sholat jamak-qosor bagi musafir sudah merupakan pengetahuan populer di
kalangan umat Islam. Akan tetapi, karena kebolehan sholat jamak-qosor
tidak pernah dilakansakan, ketika siswa/warga MTA melaksanakannya
dituduh membawa agama baru. Rintangan semacam ini memang telah
diramalkan oleh Nabi akan dihadapi oleh orang-orang yang mengikuti
sunnahnya, “awalnya Islam itu asing dan akan kembali asing sebagaimana
awalnya”.
Di samping rintangan yang tidak sedikit,
tentu ada juga hal-hal yang menimbulkan dorongan. Yang paling
menimbulkan dorongan adalah bahwa ketika Al-Qur’an diamalkan dengan
sungguh-sungguh, dengan tiada disertai keraguan sediktpun, ternyata
membuahkan hasil yang sering sangat mengherankan dan sama sekali di luar
dugaan. Ketika benih yang ditabur jatuh di tanah yang subur, benih
tersebut tumbuh menjadi tumbuhan yang subur pula. Melihat benih yang
kecil yang lemah dan tak berdaya dapat tumbuh menjadi tumbuhan yang
besar, rindang, dan menjulang tinggi, timbullah keheranan dan keharuan
dalam hati. Inilah yang menjadikan segala rintangan yang datang tampak
tak berarti. Maha Agung Allah dengan segala janji-janji-Nya....
Susunan Pengurus Yayasan
Ketua Umum
Drs. Ahmad Sukina
Drs. Ahmad Sukina
Ketua I
Suharto Sag.
Suharto Sag.
Ketua II
Dahlan Harjotaroeno
Dahlan Harjotaroeno
Sekretaris I
Drs. Yoyok Mugiyatno, MSi
Drs. Yoyok Mugiyatno, MSi
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus