Cara Astronom Menentukan Usia Sebuah Bintang
- Bagi kebanyakan orang, bila kita melihat bintang di langit, tentunya
kita mendapatkan bahwa semua bintang hampirlah serupa satu sama lain,
yaitu bola gas yang berpijar kemerlap. Pertanyaannya adalah,
bagaimanakah kita tahu berapa usia bintang itu?

NGC 6811
Nilai ini hampir mencapai dua kali lipat dari penelitian sebelumnya,
dan usia sekitar itu masih dikatakan penyelidikan pada gugus muda.
Penelitian ini memberi pemahaman baru pada hubungan rasio rotasi
bintang dengan usianya. Jika kesahihan hubungan rotasi bintang dan usia
dapat diperoleh, maka pengukuran periode rotasi bintang dari setiap
bintang dapat dipergunakan untuk menentukan usianya – sebuah teknik
yang disebut sebagai gyrochronology, tetapi hal ini tidak serta merta
dapat dipergunakan.
Sebagaimana sistem waktu di Bumi yang memerlukan standar, maka sistem penentuan waktu (usia) tersebut harus dapat dikalibrasikan kepada sebuah standar.
Sebagaimana kita di Bumi menyatakan bahwa satu tahun terdiri dari 365 hari, dst, maka agar dapat mendapat kesesuaian waktu, harus dapat diperoleh sebuah kestandaran.
Untuk itu, maka langkah pertama yang para peneliti itu lakukan adalah memulai dari pengukuran sebuah sistem gugus yang telah diketahui usianya.
Dengan mengukur rotasi pada bintang-bintang anggota gugus, dapat dipelajari rasio putaran bintang-bintangnya untuk menentukan usia-usianya. Pengukuran rotasi bintang anggota gugus pada usia yang berbeda dapat menghubungkan antara putaran dan usianya.
Untuk dapat mengukur putaran bintang, astronom harus mendapatkan perubahan kecerlangan bintang akibat adanya bintik bintang pada permukaan bintang, sebagaimana bintik Matahari pada permukaan Matahari.
Sebagaimana sistem waktu di Bumi yang memerlukan standar, maka sistem penentuan waktu (usia) tersebut harus dapat dikalibrasikan kepada sebuah standar.
Sebagaimana kita di Bumi menyatakan bahwa satu tahun terdiri dari 365 hari, dst, maka agar dapat mendapat kesesuaian waktu, harus dapat diperoleh sebuah kestandaran.
Untuk itu, maka langkah pertama yang para peneliti itu lakukan adalah memulai dari pengukuran sebuah sistem gugus yang telah diketahui usianya.
Dengan mengukur rotasi pada bintang-bintang anggota gugus, dapat dipelajari rasio putaran bintang-bintangnya untuk menentukan usia-usianya. Pengukuran rotasi bintang anggota gugus pada usia yang berbeda dapat menghubungkan antara putaran dan usianya.
Untuk dapat mengukur putaran bintang, astronom harus mendapatkan perubahan kecerlangan bintang akibat adanya bintik bintang pada permukaan bintang, sebagaimana bintik Matahari pada permukaan Matahari.

Bila ada bintik terbentuk pada permukaan dan berada pada arah ke
pengamat, maka bintang akan mengalami sedikit peredupan, sampai ketika
bintik itu menghilang, dan bintang kembali sedikit lebih cerlang.
Dengan menentukan berapa lama bintik itu berotasi pada permukaan
bintang, maka dapat ditentukan berapa cepat bintang yang diamati
berotasi.
Tentunya perubahan kecerlangan bintang akibat bintik adalah sangat-sangat kecil, lebih kecil dari satu persen dan menjadi lebih kecil lagi pada bintang yang lebih tua.
Dengan demikian pengukuran rotasi bintang pada bintang-bintang yang lebih tua dari setengah milyar tahun tidak dapat dilakukan dari permukaan Bumi dikarenakan gangguan atmosfer Bumi.
Tentunya perubahan kecerlangan bintang akibat bintik adalah sangat-sangat kecil, lebih kecil dari satu persen dan menjadi lebih kecil lagi pada bintang yang lebih tua.
Dengan demikian pengukuran rotasi bintang pada bintang-bintang yang lebih tua dari setengah milyar tahun tidak dapat dilakukan dari permukaan Bumi dikarenakan gangguan atmosfer Bumi.

Tetapi permasalah itu saat ini telah dapat diatasi mempergunakan
pengamatan wahana Kepler, karena wahana itu telah dirancang guna
mengukur kecerlangan bintang dengan sangat presisi guna penentuan
adanya sistem keplanetan pada bintang-bintang.
Tentunya menentukan hubungan usia-rotasi pada kasus NGC 6811 ini
bukanlah pekerjaan mudah bagi Meibom dkk karena mereka telah
menghabiskan waktu empat tahun menentukan bintang-bintang anggota gugus
atau kebetulan bintang lain yang berada pada arah pandang yang sama.
Hal ini dilakukan mempergunakan peralatan yang disebut Hectochelle yang terpasang pada teleskop
MMT di Mt. Hopkins Arizona selatan. Alat Hectochelle dapat mengamati
240 bintang secara bersamaan, dan dengan demikian telah mengamati
sekitar 7000 bintang selama empat tahun pengamatannya.
Setelah mengetahui bintang-bintang yang merupakan anggota gugus, maka
selanjutnya data dari Kepler dipergunakan untuk menentukan seberapa
cepat bintang-bintang itu berputar.
Mereka menemukan periode rotasi antara 1 sampai 11 hari (yang lebih
panas dan masif berputar lebih cepat), dibanding dengan Matahari yang
rasio putarannya hanya 30 hari.
Yang paling penting dari temuan mereka adalah adanya hubungan massa
bintang dengan rasio rotasi dengan sebaran data yang kecil. Temuan ini
mengkonfirmasi bahwa gyrochronology adalah metode baru yang dapat
dipergunakan untuk mempelajari usia sebuah bintang.
Tim Meibom saat ini berencana untuk mempelajari sistem gugus yang
lebih tua guna mengkalibrasi penentu waktu bintang mereka. Ini
tentunya merupakan langkah yang lebih sulit karena bintang yang lebih
tua berputar lebih lambat dan memiliki lebih sedikit bintik-bintik,
yang artinya perubahan kecerlangannya akan sangat-sangat kecil.
Pekerjaan Meibom dkk itu telah menjadi sebuah lompatan dalam
pemahaman pada bagaimanakah bintang-bintang di langit (termasuk
Matahari) bekerja, demikian juga pada pada pemahaman sistem
keplanetan di bintang-bintang yang jauh.
[sumber:overfame.com]
0 komentar: