kota santet.
Whong Using Komunitas Asli Banyuwangi |
Apa
yang paling terkenal dari Banyuwangi? Barangkali orang akan memberikan
jawaban seragam: dukun santet! Jawaban seperti itu bisa dimengerti,
karenamerupakan akibat dari merambahnya peristiwa pembantaian dukun
santet di Banyuwangi tempo hari. Sebenarnya Banyuwangi telah dikenal
secara nasional lewat seni-budaya tari Gandrung, juga lagu daerahnya
yang melankolik.
Ada sebuah kerajaan kecil yang disebut Kerajaan Macan Putih dengan seorang rajanya bernama Prabu Tawang Alun di abad ke-16. Kerajaan ini tak henti-hentinya dilanda peperangan. Melawan kekuatan kompeni, Mataram,maupun dengan kerajaan-kerajaan kecil di Bali.
Peperangan itu baru berakhir tahun 1775, sesudah perang Puputan Bayu
yang melahirkan pahlawan-pahlawan legendaris seperti Whong Agung
Willis,Jagapati, dan pahlawan Putri Sayu Wiwit. Maka post Blambangan
yangberpusat di kota Luhpangpang Banyualit, berpin dah ke Candi Gading
Tirta Arum yang kemudian bernama Banyuwangi. Kemudian terbentuklah
komunitastersendiri yang disebut “Whong Using”.
Whong Using bukan suku terasing yang bertempat tinggal di lokasi terpencil, tetapi merupakan kelompok kecil orang “Jawa” yang bertebaran didesa-desa, kelurahan, kecamatan, dan dominan di ibukota KabupatenBanyuwangi.
Perbedaan Whong Using dengan orang Jawa dapat dilihat dari penggunaan
bahasa Jawanya yang kosa-katanya masih menggunakan Jawa Kuna atau
Kawidengan dialek diftong pada akhir kalimat tanpa adanya tatanan. Whong
Usingmasih bersaudara sepupu dengan orang Ba li. Menurut Whong Using,
orangBali adalah Whong Using yang masih Hindu. Sedangkan menurut orang
Bali, Whong Using adalah orang Bali yang sudah Islam.
Whong Using memiliki karakter tersendiri yang sangat tertutup, namun
komunikatif, kurang informatif tentang jati-dirinya sebagai Whong
Using.Sifatnya yang “Ladhak, Bingkak, dan Aclak” merupakan ciri khusus
dalampergaulan.
Ladhak tidak berarti angkuh tapi teguh pendirian yang cenderung tanpa
kompromi. Sifat ladhak ini tercermin dari aneka makanan khasnya seperti
rujak dicampur dengan soto menjadi rujak-soto, pecel diaduk dengan
rawonjadilah pecel-rawon, kopi dicampur denga n es menjadi es-kopi.
Sifat Ladhak ini diterapkan sejauh tidak bertentangan dengan agama
danundang-undang.
Demikian juga pada perkembangan seni budayanya. Musiknya perpaduan
antara pelog dan selendro. Seni hadrah yang bersumber dari pesantren
dibumbuhidengan seni gandrung, maka jadilah seni Kuntulan. Begitu juga
denganbusana adatnya, mirip dengan Bali dan ha mpir sama dengan Jawa.
Pengertian Bingkak lebih mendekati egaliter. Bagi Whong Using, setiap
orang itu sama. Orang desa dan kota itu sama, pejabat dan rakyat itu
sama,pedagang dan petani itu sama, kaya dan miskin itu sama, tua dan
muda itusama, mengapa harus dibedakan? Sebab yang berbeda itu hanya
tempatnya,
hanya kedudukannya, hanya pekerjaannya, hanya nasibnya, dan hanya usianya.Itulah falsafah Bingkak. Maka dengan falsafah seperti itu, dilingkungankomunitas Using seperti tidak ditemui adanya unggah-ungguh antara yang satu dengan lainnya.
Dan apakah Aclak itu? Yaitu, gaya bicara yang ekspresif, dinamis, dan
dramatis, sehingga yang diajak bicara merasa yakin dengan apa
yangdibicarakan. Apalagi jika diucapkan dengan bahasa Using yang
kental.
Akibat dari wataknya yang “Ladhak, Bingkak, dan Aclak” itu, maka
dalam kehidupan sehari-harinya Whong Using terkesan bebas, seperti tidak
ada suatu norma yang mampu mengatur. Hasnan Singodimayan, Budayawan Banyuwangi
0 komentar: